Sudah biasa sebenarnya terjadi di lingkungan sekitar. Perihal mencari perhatian dalam bentuk apapun untuk apapun. Boleh dikatakan juga aktivitas mencari perhatian ini dengan bersandiwara karena intinya hampir sama, "berpura-pura". Tidak bermaksud bernegatif thinking, hanya mengamati keanehan orang disekitar yang tiba-tiba berbeda tingkah laku kepada seseorang dibandingkan dengan kebiasaan berperilakunya sebelumnya. Misalnya:
Dalam pekerjaan. Ketika ada anak magang/pegawai/kontraktor yang rupawan, maka sekonyong-konyong seperti magnet semua berusaha mendekati. Bertanya kabar, bertanya kesulitan-kesulitan, berada didekatnya. Ketika tak ada, ia menjadi perbincangan di warung-warung kopi. Di dunia maya. Tak selesai sampai disitu, ketika yang bersangkutan memiliki sosial media maka tiba-tiba menjadi akrab. Entahlah apakah memang seperti itu kalau ia seorang ekstrovert atau tidak, yang jelas menjadi berbeda intensitas keaktifannya. Begitu juga ketika ada petinggi datang semua mendadak "sempurna". Pernah suatu saat saya mendapat cerita " Jadi tadi ada petinggi datang, eh langsung semua pada sibuk sendiri mas, pegang inilah pegang itulah padahal mah gak perlu juga".
Oiya tentang berkomunikasi, jenis keakraban ini bermacam-macam. Ada yang tanya-jawab seperti biasa memperpanjang orbrolan ada juga yang sampai mencoba mengikuti/meniru dalam berperilaku seperti sedang membangun kesan "klop/sama".
Yaa.. tidak mau menilai apa-apa. Cuma jadi pertanyaan, apa tidak terpikirkan suatu saat pasti ciri khas perilaku diri/sifat akan keluar? Tak mungkin terus menerus bersandiwara apalagi dalam berperilaku. Apa tidak capek? Bisa jadi karena "demi mengejar sesuatu" atau whatever itu alasannya. Tapi itu artinya dia sedang membohongi yang bersangkutan secara terus-menerus hingga dibuatnya percaya. Beraaat... tega sekali ya? Lalu kalau misalnya sedang tak terkontrol dan keluar sifat aslinya apa mau bilang, "Sebenarnya dari dulu gini gini gini". Waduuuh.. sinetron bangetlah haha :D
Saya mengamati fenomena ini, disinilah letak perbedaan antara yang menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah dengan yang menaruh harap pada manusia. Mencari perhatian manusia banyak berakhir sandiwara dan energi banyak diolah karenanya. Mencari perhatian Yang Maha Kuasa berlaku apa adanya dan berhati-hati dengan penilaian dari-Nya. Simpel kan konsepnya? lalu tinggal berjalanlah dimuka bumi dengan rendah hati, menebar kebaikan, dan seterusnya dan seterusnya... #cmiiw
Saya yang mana ya? entahlah.. mari saling mendoakan.. #bercermin
Oiya biasanya ada yang menyimpulkan: "berarti harus sembarangan dong terhadap petinggi? masa bodoh gitu?". Saya rasa itu mendramatisir saja seperti halnya "Janganlah terlalu memikirkan dunia, akhirat yang lebih kekal jangan dilupakan" lalu ditanggapi dengan "berarti gak usah kerja dong? makan pahala? sini duit lu buat gw!". Ahh.. silahkan menilai sendiri...
Dalam pekerjaan. Ketika ada anak magang/pegawai/kontraktor yang rupawan, maka sekonyong-konyong seperti magnet semua berusaha mendekati. Bertanya kabar, bertanya kesulitan-kesulitan, berada didekatnya. Ketika tak ada, ia menjadi perbincangan di warung-warung kopi. Di dunia maya. Tak selesai sampai disitu, ketika yang bersangkutan memiliki sosial media maka tiba-tiba menjadi akrab. Entahlah apakah memang seperti itu kalau ia seorang ekstrovert atau tidak, yang jelas menjadi berbeda intensitas keaktifannya. Begitu juga ketika ada petinggi datang semua mendadak "sempurna". Pernah suatu saat saya mendapat cerita " Jadi tadi ada petinggi datang, eh langsung semua pada sibuk sendiri mas, pegang inilah pegang itulah padahal mah gak perlu juga".
Oiya tentang berkomunikasi, jenis keakraban ini bermacam-macam. Ada yang tanya-jawab seperti biasa memperpanjang orbrolan ada juga yang sampai mencoba mengikuti/meniru dalam berperilaku seperti sedang membangun kesan "klop/sama".
Yaa.. tidak mau menilai apa-apa. Cuma jadi pertanyaan, apa tidak terpikirkan suatu saat pasti ciri khas perilaku diri/sifat akan keluar? Tak mungkin terus menerus bersandiwara apalagi dalam berperilaku. Apa tidak capek? Bisa jadi karena "demi mengejar sesuatu" atau whatever itu alasannya. Tapi itu artinya dia sedang membohongi yang bersangkutan secara terus-menerus hingga dibuatnya percaya. Beraaat... tega sekali ya? Lalu kalau misalnya sedang tak terkontrol dan keluar sifat aslinya apa mau bilang, "Sebenarnya dari dulu gini gini gini". Waduuuh.. sinetron bangetlah haha :D
Saya mengamati fenomena ini, disinilah letak perbedaan antara yang menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah dengan yang menaruh harap pada manusia. Mencari perhatian manusia banyak berakhir sandiwara dan energi banyak diolah karenanya. Mencari perhatian Yang Maha Kuasa berlaku apa adanya dan berhati-hati dengan penilaian dari-Nya. Simpel kan konsepnya? lalu tinggal berjalanlah dimuka bumi dengan rendah hati, menebar kebaikan, dan seterusnya dan seterusnya... #cmiiw
Saya yang mana ya? entahlah.. mari saling mendoakan.. #bercermin
Oiya biasanya ada yang menyimpulkan: "berarti harus sembarangan dong terhadap petinggi? masa bodoh gitu?". Saya rasa itu mendramatisir saja seperti halnya "Janganlah terlalu memikirkan dunia, akhirat yang lebih kekal jangan dilupakan" lalu ditanggapi dengan "berarti gak usah kerja dong? makan pahala? sini duit lu buat gw!". Ahh.. silahkan menilai sendiri...
Comments
Post a Comment