Beberapa waktu yang lalu pada tulisan "Repot Sekali" saya menulis keresahan melihat fenomena orang-orang yang terus mengumpulkan uang meski tanggungan telah usai diluar kebutuhan. Kemudian saya sempat berdiskusi dengan kawan tentang karir. Kemarin, saya lihat video tentang karir yang intinya dia mengatakan bahwa ada orang yang cukup puas dengan apa yang didapatnya sehingga ia berhenti sampai disitu lalu ada orang meletakkan garis akhir dia jauh kedepan sehingga terus berusaha untuk mencapainya.
Yang menjadi tanya saya adalah lagi-lagi tujuan berkarir. Gampangnya ya lihat saja di "film The Greatest Showman" setidaknya sudah terangkum disana keresahan saya (bagi yang baca ini dan belum nonton filmnya, awas spoiler). Bagaimana si tokoh memulai dari keadaan keluarga yang serba pas-pasan plus masalah disana sini lalu terus membangun karir hingga akhirnya sukses. Tidak berhenti disitu, ia terus membangun karir sampai titik dimana sang istri mulai merasa ada yang berubah pada diri suaminya juga keadaan mereka bahwa "kita keluarga tapi seperti tak berkeluarga".
Itulah kenapa saya kira ide meletakkan tujuan utama berupa pencapaian yang sifatnya "bungkus" itu terlalu berisiko. Bagaimana kalau video tentang karir yang saya tonton itu dijawab orang "Meski kondisi kami begini tapi kami bahagia, kebutuhan cukup, adapun anak-anak kami berkembang menjadi pribadi yang tangguh plus sholih insyaAllah". Tidak terbeli...
Lalu apa pandangan saya ini berarti tidak boleh berkarir? boleh saja hanya bukan itu yang menjadi tujuan utamanya. Gini.. ibarat orang kalau ditanya mau jadi apa? maka jawaban "Saya ingin menjadi orang yang bermanfaat dan mengabdi ke masyarakat" itu berbeda maknanya dengan "Saya ingin menjadi pengusaha sukses punya ini itu". Meski ujungnya sama-sama menjadi pengusaha sukses tapi selama proses menuju itu menurut saya akan terasa bedanya. Padahal disitulah waktu akan banyak dihabiskan.
Pasti sering dengar nasihat "Udah.. kerja aja gak usah mikirin penilaian/jabatan". Bakal berbeda pada prosesnya orang yang mengutamakan penilaian dengan orang yang "kerja aja", bahwa selama proses itu akan banyak "drama" karena ingin segera mendulang karir dibanding orang yang bekerja saja berdasar menyelesaikan amanah. Sering mengeluh, semangat menurun hanya karena "balasan" tidak sesuai, hal-hal semacam itu yang sebenarnya bisa tidak-menjadi masalah olehnya malah menjadi masalah. Maka bertambah dan muncul terus masalah-masalah yang tidak perlu. Sementara yang bekerja saja menyelesaikan amanah misalnya ia akan lebih menikmati setiap prosesnya dan mudah ikhlas dengan balasannya.
Pasti sering dengar nasihat "Udah.. kerja aja gak usah mikirin penilaian/jabatan". Bakal berbeda pada prosesnya orang yang mengutamakan penilaian dengan orang yang "kerja aja", bahwa selama proses itu akan banyak "drama" karena ingin segera mendulang karir dibanding orang yang bekerja saja berdasar menyelesaikan amanah. Sering mengeluh, semangat menurun hanya karena "balasan" tidak sesuai, hal-hal semacam itu yang sebenarnya bisa tidak-menjadi masalah olehnya malah menjadi masalah. Maka bertambah dan muncul terus masalah-masalah yang tidak perlu. Sementara yang bekerja saja menyelesaikan amanah misalnya ia akan lebih menikmati setiap prosesnya dan mudah ikhlas dengan balasannya.
Comments
Post a Comment