Surat kali ini dititip ke Ibu Siti penjual warung tegal langganan saya sepulang kerja. Agak malas membaca tau tidak akan beda dengan sebelumnya, satu arah.
Hai Danu, tau kenapa aku menulis surat? Karena tidak tau kemana aku harus bercerita.
Kata seorang alim bercerita ke Tuhan itu solusi. Iya itu betul.. kan Maha Mendengar. Tapi tetap saja seperti ingin bercerita perihal ini itu ke manusia. Kepada siapa aku bercerita masalahku, kebahagiaan, romantisme, pengalaman, keseruan, dan semua perjalanan hidup. Betul begitu kan Danu? Lihat temen-temen bisa bercerita banyak hal kepada pasangannya begitu menyenangkan. Ingin begitu tapi sayang tak boleh. Kamu tau alasannya kenapa. Lalu kemana ingin kucurahkan semua itu? Ya beginilah aku.. menulis..
Tapi kenapa suratku tertuju padamu Danu? Entahlah..
Begitu rupanya. Baiklah... siapapun yg mengirim surat ini tak mengerti. Bagaimana jadinya nanti merindu sepanjang hari.
Hai Danu, tau kenapa aku menulis surat? Karena tidak tau kemana aku harus bercerita.
Kata seorang alim bercerita ke Tuhan itu solusi. Iya itu betul.. kan Maha Mendengar. Tapi tetap saja seperti ingin bercerita perihal ini itu ke manusia. Kepada siapa aku bercerita masalahku, kebahagiaan, romantisme, pengalaman, keseruan, dan semua perjalanan hidup. Betul begitu kan Danu? Lihat temen-temen bisa bercerita banyak hal kepada pasangannya begitu menyenangkan. Ingin begitu tapi sayang tak boleh. Kamu tau alasannya kenapa. Lalu kemana ingin kucurahkan semua itu? Ya beginilah aku.. menulis..
Tapi kenapa suratku tertuju padamu Danu? Entahlah..
Begitu rupanya. Baiklah... siapapun yg mengirim surat ini tak mengerti. Bagaimana jadinya nanti merindu sepanjang hari.
Comments
Post a Comment