Skip to main content

Pilihan atau Perintah?

Kemarin dapat bacaan dari link di FB (klik tulisan orange), berisi pidato wisudawan terbaik di sebuah PT di luar negeri. Isinya bagi ane sangat memukau, berbicara dalam perspektif yang berbeda memandang institusi pendidikan.

Kenapa memukau?
Ya karena setidaknya ane pernah kepikiran ide yang hampir mirip dengan beliau ini. Dulu sekali ketika masih SMP dan setidaknya sampai sekarang pun ane masih kepikiran. Berikut kutipan pidato beliau:

...I am now accomplishing that goal. I am graduating. I should look at this as a positive experience, especially being at the top of my class. However, in retrospect, I cannot say that I am any more intelligent than my peers. I can attest that I am only the best at doing what I am told and working the system. Yet, here I stand, and I am supposed to be proud that I have completed this period of indoctrination. I will leave in the fall to go on to the next phase expected of me, in order to receive a paper document that certifies that I am capable of work. But I contend that I am a human being, a thinker, an adventurer – not a worker. A worker is someone who is trapped within repetition – a slave of the system set up before him. But now, I have successfully shown that I was the best slave. I did what I was told to the extreme. While others sat in class and doodled to later become great artists, I sat in class to take notes and become a great test-taker. While others would come to class without their homework done because they were reading about an interest of theirs, I never missed an assignment. While others were creating music and writing lyrics, I decided to do extra credit, even though I never needed it. So, I wonder, why did I even want this position? Sure, I earned it, but what will come of it? When I leave educational institutionalism, will I be successful or forever lost? I have no clue about what I want to do with my life; I have no interests because I saw every subject of study as work, and I excelled at every subject just for the purpose of excelling, not learning. And quite frankly, now I’m scared...


Ketika ane SMP, ada kata-kata yang ane ingat sampai sekarang. Terucap dari seorang kawan, yaah bagi ane sudah seperti sahabat akrab ketika itu, "Yooh, dumeh pinter..". Memang dari SD hingga SMP ane sering mengikuti perlombaan-perlombaan mewakili sekolah (akademis/non akademis), hanya sekali ranking 2 ketika SD (kelas 2-6) selebihnya peringkat 1 dan 1 paralel di SMP, koleksi piagam dsb. Sempat bertemu dengan Bupati Cilacap, keliling Semen Gresik, Nusakambangan,dll ketika masih SD dalam rangkaian acara Gelar Anak Daerah adalah sesuatu yang membanggakan bagi siswa yang masih duduk di bangku SD.

Mak jleeb! adalah kata yang tepat ketika mendengar guyonan itu. Ada apa dengan menjadi pintar? Jujur saja sebelum itu belum pernah ane dengar guyonan "Yooh, dumeh pinter.." atau semacamnya. Apa yang terpikirkan? Ada sekat antara menjadi pintar dengan giat belajar dan pergaulan dengan kawan-kawan. Ya! kalau dipikir-pikir waktu bermain ane sedikit sekali kala itu. Berbeda dengan mereka kawan-kawan sepermainan. Ketika SMA? ane berada di salah satu SMA favorit SMA N 1 Magelang. Jauh dari orang tua, ane sudah bukan lagi bintang disini. Menjadi warga biasa dengan prestasi rata-rata. Kelas 2, ane masih ingat ketika itu berada di ruang kelas, pikiran itu muncul lagi dalam makna yang berbeda "Sekarang bukan bintang lagi disini, ternyata benar ane bisa bercanda dan bergaul lebih bebas tanpa harus banyak berpikir memilah-milah kata agar tidak menyinggung" :D . Melakukan yang terbaik yang diminta, kemudian pelajaran apapun tinggal dipelajari, tanya-tanya, baca-baca, cari referensi lain, beli-beli buku, latihan-latihan, ujian = bisa = nilai bagus = selesai! itu sudah tidak ane lakukan lagi semasa SMA (setidaknya tidak seniat ketika SD-SMP). 
Itu sedikit flashback ke masa lalu. Sekarang?

Dalam suatu kesempatan kumpul bareng2 dengan kawan-kawan, ane pernah nyletuk gini: "Menjadi pintar itu gak begitu mengasikkan lho, blablabla..".  Kalau begitu apa tujuan ane disini? Nah!! inilah kesalahan berpikir ane!

Buat kawan-kawanku sekalian, mungkin ada yang pernah terpikirkan hal serupa, ane ingin menyampaikan sesuatu hal. NIAT!  Kelihatan sekali ane dahulu ingin sekali membaur dengan kawan-kawan sepermainan, menjadi sedikit bebas atau semacamnya sampai-sampai begitu bangga ketika menjadi pribadi biasa-biasa saja. Yaah, mungkin bisa dikatakan ketika itu ane mencari jati diri. Tapi yang perlu diketahui belajar itu bukan pilihan, itu perintah! Satu hal yang perlu diperbaiki adalah bahwa belajar adalah Ibadah, dan ane masih belajar mengenai ini...

Ada satu gambar, ane sebenarnya gak berani mengaplod gambar ini karena ane sendiri belum seperti itu, tapi tak apalah...


Berat kata-katanya!
Belajar dari pengalaman ane, ternyata setiap individu mau menjadi pintar (dalam bidang apa saja) ataupun menjadi biasa saja, semua bisa dilakukan! itu pilihan masing-masing! Kesalahan ane, menganggap pintar dengan rajin belajar adalah pilihan. Inilah yang kemudian menjadi alasan ane berani mencoba menjadi pilihan lainnya. Namun ternyata meskipun pilihan, bahkan Surga dan Neraka pun bisa dikatakan pilihan, jadi berhati-hatilah menggolongkan mana Perintah mana Pilihan, karena pilihan berarti memilih salah satu dan meninggalkan lainnya, sedangkan perintah berarti melakukan apa yang seharusnya dilakukan!.

Sekarang kalau di tanya, mau serius belajar demi mencapai cita-cita atau menikmati kebersamaan bersama kawan-kawan mahasiswa sependeritaan? 
Maka, ane jawabnya 
Dua-duanya! haha :D. Karena itu bukan pilihan!

Saling mendoakan :D ~ 

Comments

Followers